:::::: Ujung Jariku ::::::


HOME

UjungJariku

PROFIL PENGGORES

B. Dwiagus S.
Peziarah penasaran.
Pengembara di jalan kehidupan.
Plegmatis bermimpi jadi pemimpin.
Pragmatis pengejar solusi dingin.
Perenung aneh yang pendiam dan sederhana.
Pengumbar cinta untuk: Klaudia dan Lentera.

Mama Lentera Lentera

TEMA & TOPIK


TULISAN TERBARU

Tilik Tetangga



jejaring

KomunitasReferensi BloggerFamily
IKANED IAP
ASEAN Secretariat GTZ
MediaCare
Bike-to-Work Indo-MONEV

ARSIP AKBAR
KOLOM KAMPANYE

Ultah-Bike-to-Work



FEED FOR FUN

UjungJariKu

↑ Grab this Headline Animator



TUMPANG TENAR

Profil Facebook de Benedictus Dwiagus Stepantoro



ATRIBUT APRESIASI

Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com

Blogger

Get Firefox!

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 2.5 License.
Desain dasar dari: Blogskins
Image: PGP!
Brushes: Rebel-heart
Designer: Ebullient*




BIKE BOUTIQUE - Singapore

Posted on Friday, August 15, 2008

Copy-paste dari Tulisan Om Danny Lim yang disarikan dari De Telegraaf, 12 Agustus 2008

Alex Bok (40 tahun) mempunyai target mengajak setengah penduduk Singapura bersepeda. Mendengar target itu, pemerintah Singapura tertawa terpingkal-pingkal. Teman-teman Alex pun menertawakannya. Namun tekad Alex bulat, di tahun 2006 dia membuka toko sepeda pertama di Singapura, Bike Boutique. Kini armada toko sepedanya (sistem franchise) sudah menguasai Singapura, bahkan telah berinvasi ke Hongkong, Malaysia, Shanghai, Filipina dan Thailand. Dalam waktu dekat ini Bike Boutique pertama akan dibuka juga di Australia. Kantor pusat konglomerasi Alex Bok beralam
at di Amoy Road, Singapura.

Alex Bok (40 tahun) dengan Bike Boutique-nya mengajak Asia bersepeda.
Foto De Telegraaf, 12 Agustus 2008.

Problem berkeringat saat bersepeda disolusikan oleh Alex secara cerdas. Formulasinya sederhana tapi betul-betul jitu, sbb.: semua cabang Bike Boutique berlokasi di dekat perkantoran/ pertokoan. Para manager/karyawan naik sepeda dari rumah masing-masing ke Bike Boutique, di sana sepeda dititipkan, diperiksa bannya, remnya, dilap bersih dan dipompa kalau kempes dll. Para manager/karyawan kemudian mandi di kamar-kamar mandi yang tersedia di Bike Boutique. Selesai mandi mereka mengenakan pakaian bersih (pakaian mereka sendiri) yang sebelumnya dicuci/dijemur/ disetrika di Bike Boutique. Bike Boutique berfungsi juga sebagai wasserette. Setelah segar dan berbaju bersih tanpa keringat, para manager/karyawan jalan kaki berlenggang kangkung ke kantor/toko masing-masing yang berada di dekat Bike Boutique itu. Sore hari para manager/karyawan kembali ke Bike Boutique mengambil sepedanya dan mengayuhnya pulang ke rumah masing-masing.

Pemerintah Singapura demikian kagum dan entusias melihat kesuksesan formula Alex Bok sehingga membuat sebuah situs www.iwant2bike2work.org berisi advis route bersepeda yang paling aman dan terpendek buat pesepeda. Kini pemerintah Singapura mulai berpikir hendak membangun fietspad di seluruh negeri seperti di Belanda.

------
comment:
Mantap juga, ... memang bentuk advokasi ke pemerintah yang paling efektif adalah menunjukkan hasil kerja yang nyata.... Tapi itu kalau pemdanya gak keras kepala selamanya, huehehehe.

Labels: , ,

===>>> Digores oleh: dwiAgus di UjungJariku | @ 11:56 AM | |

<<< === === >>>


b2w Perdana - "Bertempur" di Jakarta

Posted on Monday, August 11, 2008

Pengantar.
Setelah setahun si kuning, sepeda edisi b2w saya, dibeli tahun lalu, akhirnya dipergunakan juga sebagaimana mestinya, yaitu untuk bike to work, pada hari ini, Senin, 11 Agustus 2008. Dulu beli karena hanyut dalam semangat gegap gempita mendukung kampanye bersepeda bagi para pekerja, tapi karena satu dan lain hal (ini kosa kata klasik yang intinya cari alasan aja) baru dipake untuk b2w pada hari ini. Sebelumnya, si kuning ini hanya dipake untuk ke warung ayam goreng bintaro, ke tempat rapat RT/RW untuk ngatasi banjir, kunjungi pakdePoer di blok depan, dan puter-puter komplek.

Setelah diservis pada hari minggu sebelumnya, kemudian dilengkapi beberapa perlengkapan tempur seadanya, seperti lampu, standard, spakbor, helmet, kacamata (penahan debu), sarung tangan, botol minum dan masker, maka saya pun sudah bersiap untuk "bertempur" menembus ganasnya hutan belantara jalan raya Jakarta.

Kalau diperhatikan, lucu juga ya membandingkan para pesepeda pekerja di Jakarta ini dengan para pesepeda pekerja di luar negeri, misalnya di Belanda. Waktu saya di Rotterdam, ketika bersiap-siap bersepeda ke kampus, maka tinggal keluar saja, tenteng sepeda dan langsung genjot. Tak perlu pake helmet dulu, gak perlu pake kacamata penahan debu, dan gak perlu masker. Paling kalau winter, pake sarung tangan dan syal, biar gak beku gak kedinginan. Sepeda pun seadanya. Gak ada spakbor pun, libas saja. Sedangkan kalau di Jakarta ini, semuanya harus lengkap. Helmet adalah wajib. Masker disarankan dengan sangat, kalau perlu beli masker yang moncong babi. Kacamata penahan debu juga sebuah keharusan, kalau gak mau kelilipan debu atau mata memerah.

Jadi kalau secara penampilan, para pesepeda pekerja di Belanda sana, berpakaian dengan anggunnya layaknya orang seperti pergi ke tempat beraktivitas seprti biasa. Mereka gak perlu dipusingkan dengan 'peralatan tempur' bersepeda. Sedangkan kalau di Jakarta ini, mau gak mau harus berpenampilan seperti orang yang mau serius menantang bahaya olahraga bersepeda. Bagi para pesepeda pekerja, mungkin bisa dibilang, Jakarta itu seperti hutan perkebunan kelapa sawit yang dijadikan lintasan mobil rally, sedangkan saudara perempuannya (sister city-nya Jakarta), Rotterdam, jalanannya dengan jalur khusus sepeda adalah seperti panggung catwalk tempat orang berjalan dengan anggunnya. Atau saya terlalu hiperbola, ya?

Tapi itu bisa dilihat sebagai hal positif, artinya para pesepada pekerja di Jakarta adalah orang yang tangguh karena jelas yang dihadapi oleh pesepeda pekerja di Jakarta berbeda dengan para pesepeda pekerja di Rotterdam.

Seperti yang saya bilang sebelumnya, tak perduli siap atau tidaknya Jakarta jadi tempat yang bersahabat dengan pesepeda, maka saya sendiri lah yang harus mempersiapkan diri untuk menaklukkan Jakarta. Masak sih mau menunggu Bang Fauzi Bowo, alias Bang Foke, membangun jalur khusus sepeda setelah menerima data statistik jumlah pesepeda mencapai satu juta di ibukota ini. Mau menunggu sampai kapan? Sampai anak perempuan saya besar dan berjenggot? Aih. Mendingan saya menambahkan satu biji jumlah pesepeda pekerja ibukota, dengan memulai bersepeda ke tempat kerja.

Berangkat
Tadi pagi, sebenarnya istri agak gak rela juga melepas saya bersepeda. Masih ragu-ragu, mengingat resiko bahaya bersepeda. Tadinya malah istri menganjurkan sepeda dibawa pake mobil kekantor, terus nyepedanya pas pulang kantor aja. Tapi apa kata dunia????

Terus tiba-tiba, ketika bangun pagi, istri diserang sakit perut, jadi dia tidak bisa ke tempat kursus. Dan ia pun tidak bisa bilang tidak ketika saya dengan semangat menuntun sepeda ke luar rumah dan menyuruh istri istirahat saja di rumah.

Jalur yang diambil adalah sesuai saran salah satu Om di b2w yang satu komplek (Om Oni), yaitu keluar Puri Flamboyan Rempoa, ke Jalan Mawar trus ke H.Saikin, tembus ke Fedex, terus ke Metro Pondok Indah. Terus ke Radio dalam - lewat jl.Hidup Baru, Wijaya Center, Jl.Wijaya - Jl.Tenden - trus ke Kuningan deh.

Untuk perdana ini, saya sendirian saja 'bertempur', walaupun ada tawaran dari Om Ony dan Om Ozzy, dan pakde Poer. Tap lain kali yah Om, pakDe. Saya malah mikir terbalik, b2w perdana harus sendirian. Huehehehe. Nanti deh Om, kalau udah sering, boleh lah saya join bergerombol.

Berangkat dari rumah jam 7 kurang. Mungkin karena agak kesiangan, makanya tidak bertemu sesama pesepeda pekerja, terutama anggota Rombongan Selatan alias ROSELA. Dan resiko berangkat kesiangan dan lewat Pondok Indah adalah menghadapi kemacetan yang luar biasa. Sepeda motor saja tidak bisa selap selip. Apalagi saya, yang sebagai pemula, gak berani nyelap-nyelip. Dan resiko dalam kemacetan ini, adalah menerima semburan asap-asap dari knalpot. Apalagi kalau motor modifikasi yang knalpotnya itu mendongak ke atas. Alhasil, sembirannya terasa ke muka. Tadinya pengen pake masker, tapi malas kerasa sumpek. Mungkin lain kali harus dibiasakan pake masker ya.

Lewat bunderan PI, lebih santai. Terus lewat radio dalam, masuk Jl.Hidup Baru, nanjak dikit di deket SMA "Texas"46. Trus lanjut ke Jl.Wijaya. Sampai di perapatan Wijaya, deket Walikota Jaksel yang baru, sempet pas-pasan ama b2w-er, yang ramah melambai tangan ketika sama-sama berhenti pas lampu merah seberang menyeberang. Halo, Om.

Sampai ke Tendean tak masalah. Lantas masuk Kuningan, hatipun lega. Sampai kantor, disambut kolega. Ngos-ngosan, tapi senang dan bangga. Lalu mandi deh. Enaknya di kantor saya, ada kamar mandi yang dilengkapi shower dan air hangat. Terimakasih pada salah satu bos bule Jerman di kantor yang bersepeda juga dari kediamannya di Kemang, yang merombak kamar mandi jadi kamar mandi khusus buat dia mandi habis bersepeda. Dia bahkan beli lemari besar buat jadi locker di ruang kamar mandi. Mantap deh. Dan saya pun menikmati fasilitas ini. Huehehehe.

Ketika dia tahu saya b2w perdana, dia bilang ke orang: "I envy him, because he has the chance for an hour riding. I myself ride only for 20 minutes from Kemang." Lah, saya pikir, kenapa dia gak ambil jalur alternatif aja dari Kemang, muter-muter dulu ke arah senayan, slipi, petamburan, atau monas, baru ke kantor di Kuningan, nanti juga jadinya satu jam.

Jadi waktu tempuh saya ke kantor adalah sekitar satu jam lebih dikit.

Pulang
Jalur pulang kantor sedikit berbeda. Lewat jalan Denpasar di belakang kantor terus ke Balai Kartini, trus muter ke arah Jamsostek lantas meluncur di Gatot subroto, tapi kemudian belok kiri ke Tulodong yang sejuk. Tembusnya di deket Senopati, terus lanjut ke PU Patimura, Blok M, Panglima Polim, trus sebelum masuk Jl.Fatmawati belok kanan ke Jl. Hidup Baru, terus ke ujung Jl.Radio Dalam terus ke Pondok Indah terus ke Jl.Kartika Utama. Lalu berlanjut ke arah Komplek Deplu, mencoba test dengkul melalap 2 tanjakan di situ. Lewat situ, damai sudah. Susuri Jl.Veteran trus belok kanan di STT Inalta. Trus berkelok-kelok, sampai deh di rumah. Satu jam lebih dikit, waktu tempuh dari kantor ke rumah. Hampir sama dengan total waktu perjalanan kalau naik Kereta Sudirman Ekspress. Tapi lebih enjoyable. Dapat keringat sehat.

Sampei di rumah betapa leganya. Pantat dan selangkangan sudah minta diistirahatkan. Panas dan agak sakit. Rasa pegel gak terlalu kerasa, tapi lutut agak lemas. huehehehe. Tapi yang berat memang di pundak. Karena bawaan tas lumayan juga. Mungkin nanti juga terbiasa. Lagian emang udah lama banget gak pernah olahraga. Mungkin sakit dan pegelnya baru kerasa besok paginya.

Tapi yang semua itu tertutupi oleh rasa bangga lah ya. Bangga menaklukkan jalan raya jakarta, walaupun untuk satu hari saja. Walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan mereka yang sudah ekspert, mereka yang sudah sehari-harinya genjot sepeda.

Nanti ada hari-hari selanjutnya saya belajar lagi menaklukan jalan raya Jakarta. Membiasakan diri bersepeda biar rasa pegal pun hilang. Tapi kalau pantat sakit, mungkin mesti ganti sadel barangkali ya. Atau mesti liat-liat stelan setang dan tempat duduk dan posisi genjot? Terus juga mesti banyak belajar gonta ganti gigi nih kalau nyepeda. Masih kurang fasih. Malah tadi sempet copot rante di perapatan PI. Untung gak putus.

Yah, mudah-mudahan saya layak menambah jumlah pesepeda pekerja, menuju satu juta pesepeda. Mudah-mudahan ada staf pemda DKI yang mencatat saya di statistik. (Ada gak ya orang pemda yang mencatat pengguna sepeda di Ibukota. Mestinya ada nih, Bang Foke. Nanti kita register deh. Jangan cuman ngomong doang, mau nunggu jumlah pesepeda mencapai satu juta. Bah!!)

Walaupun sakit di pantat lumayan menyiksa malam ini, tapi mungkin dengan begitu semangat b2w jadi mudah meresap. Semangat untuk 'mulai dari diri sendiri, mulai dari jarak pendek, dan mulai dari sekarang.'

Keep biking toward 1 million bikers...... and I will come to you, Bang Foke, to collect your promise! Just wait and see,...
huehehehe.

Genjot, mang..........

Labels: , ,

===>>> Digores oleh: dwiAgus di UjungJariku | @ 11:00 PM | |

<<< === === >>>


Kota dan Sepeda

Posted on Friday, August 08, 2008

Kalau kita mau nostalgia masa kanak-kanak kita bahkan sampai remaja, tentunya kita tak akan pernah lupa kenikmatan masa-masa ketika kita menggenjot sepeda, keliling-keliling komplek rumah atau perkampungan sekitar, atau mengunjungi rumah teman -teman sepermainan. Betapa nikmatnya masa itu, ketika sepeda adalah sebuah alat bagi seorang anak menikmati kebebasan mengendalikan sesuatu, karena sepeda bisa membawa anak ke dalam dunia yang dirasa sudah dalam genggam kuasanya.

Tapi sekarang mungkin anak-anak sekarang apalagi remaja sudah banyak lupa untuk bersepeda, teralihkan oleh asiknya bermain playstation dan sega, serunya televisi, serta nyamannya berkendara empat roda. Hanya mereka anak-anak yang ada di daerah-daerah bukan kota-kota justru yang bergembira menikmati nikmat bersepeda.

Tapi jangan salahkan si anak di kota-kota bila mereka tak tertarik menaiki sepeda, juga jangan salahkan orang tua di kota-kota besar bila mereka lebih suka membelikan mainan video game daripada menemani anaknya naik sepeda.

Begitupula, anak-anak muda sekarang, saya rasa, lebih suka memilih memiliki kendaraan roda empat, sebagai mainan mengasyikkan sambil menghabisi masa remaja. Kalau tak mampu, mereka beli sepeda motor, yang kelihatannya lebih perkasa dibandingkan sepeda. Maka sepeda telah menjadi simbol mereka yang tak mampu. Mereka yang miskin. Karena berkendara sepeda sangat mungkin berarti tidak mampu untuk membeli motor atau mobil yang sudah jadi penanda status ekonomi masyarakat untuk digolongkan miskin atau sejahtera (liat saja kriteria untuk penerima BLT, kalau punya motor dianggap bukan miskin). Jadi demi menjaga status ekonomi yang indah di mata masyarakat, orang lebih suka membeli motor, dan kalau sudah beli motor, buat apa beli sepeda lagi? Bukankah sebagian besar orang berpikir seperti itu?

Mungkin yang bisa kita salahkan ada di luar sana. Jalan raya dan lingkungannya yang tak akrab lagi dengan pesepeda. Jalan yang ruangnya sudah tersesaki dan terperkosa oleh pengendara lainnya. Motor, mobil, angkutan umum semuanya ingin menjadi penguasa jalan raya. Tak ada sisa ruang buat sepeda.

Kalau dulu ketika kita masih anak-anak, masih berani keluar rumah dan menjelajahi jalanan di seputar rumah, sedangkan sekarang, sangat jarang orang tua yang berani mengijinkan anaknya keluar rumah berkeliaran dengan sepeda.

Lingkungan komplek perumahan yang aman bagi pesepeda pun sudah merupakan kemewahan, yang mungkin cuma bisa didapat dalam komplek perumahan yang agak mewah, dengan jalan kuldesak, atau perumahan dengan sistem klaster tertutup, atau sebuah town-house yang eksklusif. Namun itu tidak menjamin para orangtua memberanikan anak-anaknya keluar rumah bersepeda. Karena di luar sana, sebuah rimba belantara jalan raya sana, penghuninya saling bertarung merebut kuasa.

Masalahnya kembali ke itu tadi. Kota-kota di negara kita tercinta seperti lupa masa kecilnya. Masa kanak-kanak ketika bermain dengan sepeda. Ketika kota berkembang, ia lupa memberikan ruang bagi si pesepeda. Yang dimanja adalah mereka yang bermotor namun pengotor. Pengotor udara tepatnya. Berbagai fly-over bertumpukan di berbagai persimpangan Kota. Underpass pun mulai menggasruk-gasruk ruang bawah tanah jalan raya. Semuanya demi lancarnya sepeda motor dan si empat roda. Tapi di mana ruang untuk sepeda?

Mungkin para pesepeda memang harus bertarung dengan para pengendara kendaraan bermotor lainnya. Mungkin memang para pesepeda dipandang tidak perlu diistimewakan, jadi harus diperlakukan sama dengan pengendara lainnya. Jadi harus sama-sama berjuang berebut kuasa atas ruang di jalan raya.

Sepertinya memang ada anggapan tertentu oleh banyak orang di banyak kota besar ini bahwa sepeda itu bukan alat tranportasi yang layak di dunia modern ini. Mereka menganggap, boleh lah sepeda sebagai untuk keliling-keliling kompleks rumah, belanja ke warung, mengunjungi tetangga, atau sekedar olahraga menghabisi senggang waktu atau untuk melepas kerinduan masa kecil yang bahagia dengan sepeda. Tapi kalau untuk alat tranportasi utama untuk bekerja, ke kantor, ke tempat usaha atau ke sekolah, ... weit, nanti dulu. Masih banyak orang menganggap sepeda bukanlah alat transportasi yang layak untuk bersaing ruang di jalan raya. Jadi menyingkir sajalah, wahai pesepeda. Begitu sepertinya pandangan banyak orang-orang di kota.

Tapi untungnya, ternyata ada sekelompok orang yang perduli dengan keadaan tersebut. Mereka yang memulainya pada tanggal 6 Agustus 2004 dengan mulai mempromosikan bahwa sepeda adalah tak kalah istimewanya dengan kendaraan bermotor dua atau empat roda. Dan sepeda tak seharusnya tersingkirkan dari jalan raya. Dan bersepeda bisa jadi dan sangat pasti adalah pilihan yang bijak dan logis untuk berkendara di kota, ... untuk diri sendiri, untuk sesama, untuk kota, untuk semua.

Mereka lah yang menggagas komunitas bike to work (b2w), yang kemudian dideklarasikan tanggal 27 Agustus 2004, dan kemudian berkembang dengan anggota ribuan orang pesepeda (pekerja, anak sekolah, kuliahan). Mereka ini lah yang mencoba menunjukkan bahwa para pesepeda adalah perwakilan mereka yang tersingkir, tak perduli miskin ataupun kaya, tapi istimewa, karena yang mereka perdulikan hanyalah kota tempat mereka hidup yang mestinya bisa ditinggali dengan nyaman dan bebas polusi. Saya rasa mereka bukan hendak sekedar bernostalgia masa kanak-kanan yang bahagia dengan sepeda, tapi lebih dari itu mereka punya misi dan visi. Misi dan visi yang mulia, ingin menciptakan lingkungan yang sehat dan bersahabat bagi para pesepeda. Karena sepeda itu sendiri telah bersahabat dengan lingkungan dan memberi manfaat sehat bagi pengendaranya, jadi lingkungan itu sendiri harus dibuat sehat dan bersahabat bagi para pesepeda. Maka tak salah, kalau tujuan mulia dari komunitas ini adalah adanya ruang yang sehat dan bersahabat untuk para pesepeda, sebuah jalur khusus sepeda di sepanjang jalan agar pesepeda dapat secara fair mendapatkan haknya atas ruang bergerak.

Tapi visi dan misi ini bukan berarti para pesepeda minta dikasihani, karena memberikan jalur yang terpisah dengan kendaraan bermotor bukan berarti memberikan perlakuan istimewa, melainkan memberikan hak yang sama bagi semua pengguna jalan secara fair menurut kebutuhan. Bukankah sangat tidak fair kalau membiarkan pertarungan akses ruang jalan antara pesepeda (yang lebih vulnerable) dengan pengendara mobil atau motor? Lebih dari itu, jalur sepeda khusus justru bisa memperlancar lalu lintas karena minimalisasi konflik perebutan ruang jalan antara kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor (alias sepeda dan kawan-kawannya).

Sepertinya komunitas b2w ini bisa melakukan lebih lagi untuk mewujudkan visi dan misi itu, mengingat ada Bang Fauzi "Kumis" Bowo, pak Gubernur Jakarta tercinta, dalam jajaran pelindung keorganisasian b2w ini (bersama Pak Kusmayanto Kadiman). Tapi bola akan selalu berada pada Bang Fauzi Bowo, yang punya kuasa dan yang adalah ahlinya (seperti kampanye beliau). Mau atau tidak beliau dengan berani, memulainya dari yang kecil, sepenggal jalan demi sepenggal jalan dibuat jalur khusus sepeda. Jangan cuman tiap minggu doang, untuk beberapa jam doang, hanya penggal jalan sudirman-thamrin pula. Gebrakan lebih dari itu harus ada nih, Bang.

Mungkin video kampanye di bawah ini bisa jadi inspirasi buat kita semua, terutama untuk Bang Fauzi. Video ini dibuat oleh Interface for Cycling Expertise (I-CE), yang menggambarkan para pesepeda yang beruntung dari Belanda, Denmark dan Colombia dan menunjukkan bahwa menciptakan kota yang bersahabat dengan pesepada, adalah sesuatu yang bijak dan beradab.


Sementara saya mempersiapkan sepeda saya untuk bike to work perdana saya, besok Senin ya, tanggal 11 Agustus 2008. Sebagai persiapan untuk itu, saya coba lupakan dulu masa indah saya ketika kecil mblasuk-mblasuk kampung-kampung di Meruya, atau di sawah-sawah di pinggiran tol Jagorawi (kalau menemani teman berlibur ke Bogor). Bahkan saya akan lupakan dulu masa-masa indah saya ketika bersepeda di Rotterdam dan dimanja oleh jalur khusus sepeda yang nyaman dan dihormati secara istimewa oleh pengendara kendaraan bermotor di penyeberangan jalan. Biarlah saya hadapi dulu kenyataan pada hari Senin nanti, bahwa Jakarta-ku BELUM siap mejadi kota yang bersahabat dengan pesepeda.

Labels: , , ,

===>>> Digores oleh: dwiAgus di UjungJariku | @ 1:38 PM | |

<<< === === >>>