:::::: Ujung Jariku ::::::


HOME

UjungJariku

PROFIL PENGGORES

B. Dwiagus S.
Peziarah penasaran.
Pengembara di jalan kehidupan.
Plegmatis bermimpi jadi pemimpin.
Pragmatis pengejar solusi dingin.
Perenung aneh yang pendiam dan sederhana.
Pengumbar cinta untuk: Klaudia dan Lentera.

Mama Lentera Lentera

TEMA & TOPIK


TULISAN TERBARU

Tilik Tetangga



jejaring

KomunitasReferensi BloggerFamily
IKANED IAP
ASEAN Secretariat GTZ
MediaCare
Bike-to-Work Indo-MONEV

ARSIP AKBAR
KOLOM KAMPANYE

Ultah-Bike-to-Work



FEED FOR FUN

UjungJariKu

↑ Grab this Headline Animator



TUMPANG TENAR

Profil Facebook de Benedictus Dwiagus Stepantoro



ATRIBUT APRESIASI

Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com

Blogger

Get Firefox!

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 2.5 License.
Desain dasar dari: Blogskins
Image: PGP!
Brushes: Rebel-heart
Designer: Ebullient*




Episode TAKSI - 1

Posted on Thursday, September 25, 2008

Pagi itu, saya harus naik taksi, berhubung bawa koper agak besar, untuk perjalanan Jakarta-Mataram-Semarang-Jakarta-Medan-Jakarta. Apalagi dua hari berturut-turut sebelumnya nyepedah ke kantor. Alhasil, paha masih nyut-nyut, dan pegal masih merayap di pinggang, punggung, pundak dan tengkuk. Jadi males naik KRL. Panggil taksi deh di jalan raya dan bawa ke rumah.

"Ke Depkes ya, pak, Kuningan," sambil saya hempaskan pantat ini di kursi penumpang. (Ngomong-ngomong soal pantat, setelah ebberapa hari bike to work, gak kerasa lagi sakit seperti waktu genjot perdana dulu. Udah mulai kapalan kali ya ini pantat. Hehehe)

Pak supir mengangguk. Saya perhatikan mobil taksi ini agak butut juga. Tapi ini lah yang saya dapat, hasil cegat di jalan. Susah dapat alternatif lain kalau sudah lewat jam 7 pagi. Taksi M***A ini menurut pengakuan sang supir pernah menjadi primadona 4-5 tahun silam. Tapi sekarang seiring waktu, mobil pun sudah tergerus usia, ditambah saingan-saingan taksi-taksi baru yang bermunculan.

"Baru keluar pak?"

"Iya, nih."

"Poolnya di mana emangnya pak?"

"Di Puri Flamboyan situ, deket komplek Bapak itu." Lantas Bapak supir itu menerangkan arah menuju pool tersebut. Lah, baru tau saya gak jauh dari komplek rumah ada pool taksi ini.

"Ooooo.... Terus, Bapak sendiri tinggal di mana?"

"Saya mah tinggal di Ciputat."

"Yah, gak jauh-jauh amat, Pak. Rumah sendiri ya?"

"Masih kontrak sih"

"Anak Bapak sudah besar ya, Pak?"

"Yang paling kecil masih SMA."

"Oooo.... Udah pada besar ya. Kalau yang paling besar?"

"Paling besar sudah bekerja. Umurnya 25 tahun. Ada empat semuanya. Anak pertama sampai ketiga sudah bekerja semua."

Dan mengalirlah cerita berikutnya.

"Anak saya yang pertama itu kerja jadi kasir. Tadinya di C******R. Beberapa tahun dia di situ. Sekitar dua tahun kira-kira lah ya. Terus keluar.. Ada sedikit konflik"

"Oh, gitu, Pak. Kenapa?"

"Waktu itu dia ikut aktif jadi anggota serikat pekerja C******R itu, dan bahkan jadi sekretaris organisasi itu. Pokoknya dia aktif deh. Sampai bagian HRD-nya gerah. Konflik deh. "

"Kok bisa gitu pak?" saya masih lugu bertanya.

"Iya, anak saya rajin tuh lapor-lapor ke kantor Depnaker kalau ada masalah ketenaga kerjaan di tempatnya. Rajin bolak-balik gitu deh. Jadinya karena beberapa laporan anak saya, bagian HRD atau personalia ini sering dipanggil ke kantor Depnaker. Kadang kepala personalia ini disidang berjam-jam atau berhari-hari. "

"Oh, ya?" Tanya saya, penasaran juga.

"Iya. Sebenarnya kerja di tempat itu ada gak enaknya juga. Kadang dipermainkan. Masalah jamsostek lah, askes lah. Nah anak saya ini aktif bantu-bantu temannya perihal masalah-masalah tersebut. Terus akhirnya anak saya di non-jobkan gitu deh. Di taruh di ruangan tertentu tapi gak dikasih tugas apa-apa. Tapi anak saya cuek-cuek aja. Jadi dia santai-santai, tidur-tidur di ruangan itu. Gak ngapa-ngapain. Terus setelah beberapa lama, mungkin si kepala HRD-nya itu gak tahan juga. Terus ditawarin lah anak saya mengundurkan diri dan bakal dikasih 5 juta rupiah sebagai kompensasi. Tapi anak saya tolak. Terus karena dipaksa-paksa, dia akhirnya bawalah surat tawaran itu ke Depnaker dan ngelapor. Terus, akhirnya si HRD ini dipanggil dan disidang. Lantas diputuskan oleh Depnaker anak saya bisa diberhentikan dengan pesangon 19 kali gaji."

"Hahahahaha..." Saya tertawa kecil.

"Iya, dan dikasih pesangonnya harus setelah enam bulan. Dan selama enam bulan itu anak saya tetap digaji. Tapi dengan syarat, anak saya tidak kerjadi tempat lain, kalau tidak mau gugur pesangon itu. Ya sudah, anak saya mah santai-santai saja. Jadi, dia di rumah, tidur, bengong-bengong, tapi gaji mengalir.Dan setelah enam bulan dapat deh pesangon itu. Lumayan loh, 20 jutaan."

"Waaaa..." Komentar saya. Sambil takjub.

"Iya, terus waktu itu dia liat-liat koran. Dapat lowongan, dan kirim lamaran. Eh diterima.Di restoran di daerah kota gitu deh. Karena ngeliat pengalaman kasir sebelumnya di tempat kerja sebelumnya yang lumayanpunya nama, makanya di langsung diterima.Padahal saingan dia dari sarjana-sarjana, tapi dia yang lulus SMA bisa keterima. Dia juga bisa bahasa Inggris sih. "

"Betah dia di situ, Pak?"

"Dia bilang sih enak kerja di situ. Selain gaji lebih tinggi. Dapat makan enak pula. Kadang dia pulang dapat berbagai sisa makanan enak. Udang2 besar. Ayam. Ikan. Pokoknya enak-enak deh. Betah lah dia."

"Hehehehehe... " Saya tertawa, ikut merasakan nada gembira pak supir taksi itu.

"Anak kedua saya juga kasir. Di A*** M***t . Di Ciputat situ. Gak deket juga sih dari rumah. Harus naik angkot. Kadangsaya antarin naik taksi saya ini."

"Kalau di situ gemanah, Pak? Gajinya berapa sih pak di situ?"

"Wah, gaji mah UMR."

"Anak saya yang ketiga juga kasir, di G*** L**** di CBD Sudirman itu loh. Yang dulu bekas C*** S***e. Yah UMR juga. Semuanya masih saya subsidi itu. Jadi saya kasih duit tiap hari. untuk transport dan makan. Tapi nanti kalau gajian, mereka kasih Buku Tabungan dan ATM-nya ke Ibu mereka. Kalau gak enaknya, ya yang di A*** M***t, gak ada kesehatan dan makan. Kalau anak yang ketiga masih ada. Di C*******r sebenarnya masih enak, dapet makan. Dikasih kupon terus makan di kantin."

"Oooooo..." Mulut saya membulat. "Adik saya juga kerja di I*** M***t, sama pak," saya menambahkan, mencoba menyumbang empati.

"Semua anak saya ini gak pernah nganggur loh. Ada aja jalan mereka dapat pekerjaan. Mereka langsung dapat. Anak saya ke dua itu malah waktu training, heboh. Ikut berkali-kali test, bersaing dengan ratusan pelamar. Sampai terpilih 15 orang dan dia di antaranya. Waktu tes ajah, dia gak tau tempat test. Saya drop di Blok M terus saya suruh naik bis dan cari sendiri di daerah harmoni sana. Nemu juga tempatnya. Terus waktu training di Cileungsi juga gitu. Saya anterin ke Kampung Rambutan, terus saya suruh naik bus ke Cileungsi. Sampei juga dia di tempat training. Dan waktu itu saya kebetulan dapet penumpang ke daerah cileungsi itu. Kebetulan. Jadi,saya kesana dan pas kebetulan anak saya sudah selesai training. Dan pas dia pulang. Dia bilang, wah pas nih, duit pas abis,... eh bapak datang."

Dan obrolan kami pun berkelana ke topik lain. Soal setoran beliau tiap hari, soal kebaikan bos pemilik taksi, ersaingan taksi mendapatkan penumpang, setelah kenaikan BBM dan selama bulan puasa. Dan lain-lain.

Mungkin benar, segala sesuatu bisa saja seperti kebetulan. Tapi kok rasanya bukan kebetulan belaka ya. Termasuk ketika saya mendapatkan cerita ini dari seorang supir taksi dengan tiga anaknya yang menjadi kasir, dan sedikit penggal ceritakehidupan mereka. Bukan suatu kebetulan belaka.

Kalau seorang supir taksi saja bisa mensyukuri segala yang dia punya dan dia alami bersama keluarganya,... saya semestinya juga bisa. Anda pun bisa.

Labels:

===>>> Digores oleh: dwiAgus di UjungJariku | @ 11:30 AM | |

<<< === === >>>