:::::: Ujung Jariku ::::::


HOME

UjungJariku

PROFIL PENGGORES

B. Dwiagus S.
Peziarah penasaran.
Pengembara di jalan kehidupan.
Plegmatis bermimpi jadi pemimpin.
Pragmatis pengejar solusi dingin.
Perenung aneh yang pendiam dan sederhana.
Pengumbar cinta untuk: Klaudia dan Lentera.

Mama Lentera Lentera

TEMA & TOPIK


TULISAN TERBARU

Tilik Tetangga



jejaring

KomunitasReferensi BloggerFamily
IKANED IAP
ASEAN Secretariat GTZ
MediaCare
Bike-to-Work Indo-MONEV

KOLOM KAMPANYE

Ultah-Bike-to-Work



FEED FOR FUN

UjungJariKu

↑ Grab this Headline Animator



TUMPANG TENAR

Profil Facebook de Benedictus Dwiagus Stepantoro



ATRIBUT APRESIASI

Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com

Blogger

Get Firefox!

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 2.5 License.
Desain dasar dari: Blogskins
Image: PGP!
Brushes: Rebel-heart
Designer: Ebullient*




perjalanan di perbatasan tahun

Posted on Wednesday, January 05, 2005

23 Desember 2004
Mendarat di Polonia, dengan seonggok cemas di pundak, akan sebuah hangatnya penerimaan. Kecemasan yang kemudian terbukti tak beralasan.

24 Desember 2004
Berdiam menunggu malam natal di sebuah gereja batak karo protestan disamping sebuah kuburan. Mencari dunianya sendiri sembari memungut beberapa patah kata bahasa karo yang dengan sok taunya kucoba mengerti. Ah,nikmatnya sama kok. Lebih bahkan.

25 Desember 2004
Berbagi kasih, dan berbagi haru dan tangis sukacita, berbagi tanda ikatan cinta, berbagi catatan: "kamu lah berkat terindah di natal tahun ini" . Lebih lagi berbagi kasihNya yang pernah hadir di muka bumi ini untuk kita. Mari, ikatkan tali kasihNya di pinggang kita. Satukan kita. SELAMAT NATAL yaa.....
Udah dapet kado natalnya? DIA sendiri yang jadi kado untuk kita.
Kado yang tak ternilai.... sebuah keselamatan di ujung akhir yang fana.

26 Desember 2004
Pagi berleha-leha, seakan terlena dengan kejutan sebuah goyangan gempa. Terasa kerasnya yang sementara jadi bahan cerita untuk kemudian jadi tangis se-dunia. Sempat menikmati babi panggang saat makan siang dan belanja di makro untuk acara esok menjelang. Ketika itu pula berita sampai di telinga. Bencana gempa sudah jadi seperti rekonstruksi kecil kiamat.
Merinding jadinya.

27 Desember 2004
Melewati pematang Siantar, kampungnya temanku,Apor, dan sempat mencicipi Roti Ganda-nya, kita menuju ke danau Toba, dan menginap di Tuk Tuk, sebuah semananjung kecil di pulau Samosir.
Melihat air danau dari ketinggian balkon membuat hati berdilema, begitu baik dan indahnya ciptaan DIA, tapi kenapa DIA seolah berdiam diri dalam derunya sebuah bencana.

28 Desember 2004
Selepas matahari pagi yang sudah meninggi, setelah merasakan riak tsunami kecil di pesisir samosir, menyusuri pegunungan sekitar danau toba dan melihat dari ketinggian,pulau samosir yang lambat laun menghilang ditutup kabut, seraya kita menuju Kabanjahe via sebuah daerah pegunungan bernama Tele. Tiba di Kabanjahe sampai dan pasang kayu bakar di perapian di dalam sebuah rumah yang sedikit dingin lama tak dikunjungi. Hangatnya api perapian terasa dari ujung kaki sampai ke mata hati.

29 Desember 2004
Mengunjungi sebuah kuburan keluarga di Seberaya, sebuah kampung kecil tak jauh dari Kabanjahe. Bersihkan sedikit dan pasang bunga-bunga cantik sekadarnya. Tak lupa pula kunjungi sebuah kebun penuh dengan pohon jeruk namun sedikit buahnya yang masak, namun sekarung goni jeruk itu jelas lebih dari cukup untuk dibawa pulang. Sampai di rumah langsung istirahat. Terimakasih untuk DIA yang jaga selama perjalanan. Untuk DIA juga yang kuyakin tetap berjaga di ujung pulau sumatra sana (terlepas dari banyak orang yang menanyakan keberadaan dan kebaikan DIA dalam sebuah bencana)

30 Desember 2004
Bangun pagi, bangun dari nyenyaknya tidur. Enaknya. Sementara beberapa ratus kilometer di utara medan sana, ratusan ribu orang tak bisa tidur, karena nyamuk malaria, karena sebuah trauma, dan karena rasa kehilangan yang menyayat dada.
Bangun pagi dan bercengkerama dengan adik-adik tercinta.
Seorang teman datang berkunjung. Saoer. Membawa kami sedikit tamasya(?) hehehe. Nikmati potongan-potongan buah dan bumbu rujak serta es campur dan es kacang ijo, di sebuah pojokan mall. Dilanjutkan dengan secangkir kopi di sebuah warung kopi franchise terkenal di dunia, di sebuah plaza yang baru jadi di Medan, yang hampir tak tahan gempa dengan retak-retak yang jadi jejaknya.
Bercanda sambil menunggu teman satu lagi, Baringin. Baringin Hot Bonar nama lengkapnya. Gambaran seorang Bapak dua anak terpancar di mukanya dan perutnay yang sedikit menggemuk. Huehehehe. Berbagi cerita soal teman-teman lainnya sekampus dulu, dan keheranannya melihat aku ada di kotanya untuk sebuah tujuan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. "Kau pasti memang udah punya rencana itu ya? Berani juga kau yah... sendirian dari tanah jawa ke sumatera. Salut lah", katanya.
Kupikir, apa yang harus disalutin? Berani apanya? Apa aku semestinya merasa takut? Ah, biasa ajah,..... (You see? Pengingkaran diri. Takut itu ada pasti.)
Dan tak lupa bertukar cerita soal gempa. Ah, gempa dan gempa.
Anyway, terimakasih, Saoer, Ngin.

31 Desember 2004
Menuju penutupan Tahun. Tak ada terompet-terompet disepanjang jalan. Hanya beberapa anak-anak kecil bermain kembang api.
Sementara di pinggiran kota medan, Pencawan, kita menutup tahun dengan sebuah kebaktian. Kebaktian tengah malam penuh ucap syukur walau kantuk tak tertahankan. Senyap namun kembali rasa syukur menyelinap.

1 Januari 2005
Selamat Tahun Baru, orang tuaku, saudaraku dan kekasihku. Selamat Tahun baru, sahabat-sahabatku.
Lupakan yang lama yang menyusahkan hati, tapi ingat selalu yang bikin kita senyum di masa setahun lalu, ingat juga hal baru di depan yang bikin kita semangat menyongsongnya.
Siang yang sedikit hujan warnai kunjungan ke sebuah daerah namanya Sibolangit. Entah apa artinya itu. Mampir sebentar menaruh bunga-bunga di sebuah makam keluarga, dan selanjutnya makan bersama di sebuah rumah panggung sederhana, rumah keluarga. Sibolangit. Nama daerah yang lucu yah.

2 Januari 2005
Kembali ke Kabanjahe. Ada pertemuan keluarga rupanya. Ini yang diceritakan Baringin, berani-beraninya datang ke pertemuan keluarga ini. Secara teknis peraturan adat. Aku sudah mengabaikan adat. Hanya kebesaran hati keluarga mereka lah maka aku bisa berdiri di deretan sebelah kiri, walaupun hanya untuk berdiam diri, sementara mereka sibuk berlomba tukar beberapa banyak patah kata. Akhirnya berlalu juga.

3 January 2005
Bersiap kembali ke tanah jawa. Konfirmasi Garuda, pesawat berganti dari jam 10 menjadi jam 16. Tidak masalah kurasa. Bisa dimengerti. Polonia pastinya mendadak jadi seperti terminal Baranang Siang Bogor.
Siap kembali membawa bekal kehangatan cinta. Pula kehangatan sebuah keluarga. Kecemasan tak beralasan sirna sudah.
Sebuah akhir perjalanan untuk awal sebuah komitmen, kesungguhan, kerja keras, dan kepasrahan dalam DIA yang Maha Merencanakan.
Temukan kepahaman akan cinta yang tak sekedar fenomena entropi perasaan yang susah terbaca polanya, namun dia sebuah keseimbangan antara hasrat untuk bercinta dan kegigihan untuk mencinta. Cinta ituh selain dirasakan, tapi diusahakan. Karena cinta itu bukan tujuan. Lebih dari itu. Cinta itulah yang membawa kita ke tujuan dengan beban terasa lebih ringan.
Dibekali sebuah pesan. Keseriusan. Penantian. Rencana. Kerja keras. Doa. Dan DIA kan beri jalan.

4 Januari 2005
Tiket telah di-reconfirm. Jam 16.10. Tapi pasti delayed. Terbayang Polonia akan seperti pasar.
Jam 7 pagi terbangun dan sudah diminta oleh adik-adik tercinta untuk berenang. Masih ada waktu tersisa sebelum terbang ke jakarta. Satu jam lebih kami sempatkan bermain air dan perosotan air di sebuah kolam renang dekat rumah. Menyenangkan.
Oleh-oleh. Sebuah standard baku untuk setiap perjalanan ke luar kota. Bika ambon dan sirup marquisa untuk kantor dan keluarga. Itu saja.
Sore bersiap ke bandara. Jam 15.15 tiba dan seperti yang diduga Polonia sudah seperti terminal bis antarkota. Banyak orang berseliweran di depan loket-loket tiket. Mencari tiket tersisa rupanya. Antrian yang tak panjang depan check-in counter dikarenakan memang tak banyak penerbangan sipil reguler yang terbang. Memasuki boarding gate, memang ternyata banyak penumpang menunggu kepastian pesawatnya terbang. Sambil menunggu, kulihat beberapa helikopter (yang ternyata baru kuketahui kemudian, helikopter Chinook, bantuan singapore) berangkat dan datang. Juga beberapa pesawat hercules terlihat menunggu jadwal terbangnya atau mungkin menunggu muatannya.
Terlihat di pojokan area parkir pesawat, Airbus 330 Garuda, pesawat yang akan kita tumpangi menunggu ijin terbangnya. Dua jam tak terasa melihat hirukpikuknya ruang tunggu pesawat, sampai akhirnya kita naik, masuk ke pesawat. Satu jam lebih lagi menunggu di pesawat, sampai pada akhirnya diijinkan terbang. Perasaan lega tapi tak ada sepatah kata, membayangkan mereka yang masih terkatung menunggu pesawat berikutnya. Beberapa pengungsi yang tiba dan terlihat nanar. Beberapa relawan berharap cemas mendapat tempat di pesawat berikutnya ke Aceh. Beberapa orang yang lelah di bandara melayani orang-orang itu semua. Tuhan memberkati mereka.
20.30, Jakarta, sampai juga. Gelap dan rintik.
Biarlah kurasakan dulu, semua suka, semua dukacita, semua haru, semua gagu, semua ketenangan, semua kehangatan, semua cinta dan semua-muanya, kenangan dari Medan di perbatasan tahun.

Labels: ,

===>>> Digores oleh: dwiAgus di UjungJariku | @ 6:39 PM | |

<<< === === >>>