Peziarah penasaran.
Pengembara di jalan kehidupan.
Plegmatis bermimpi jadi pemimpin.
Pragmatis pengejar solusi dingin.
Perenung aneh yang pendiam dan sederhana.
Pengumbar cinta untuk: Klaudia dan Lentera.
Sambil menyeruput kopinya, Andis menatap lekat kekasihya di seberang mejanya. Andis menyadari perbedaan antara dia dengan Seno, kekasihnya itu. Ia yang bergelut dengan dunia fashion design harus membagi ruang percakapan dengan Seno yang terobsesi dengan negerinya tercinta. Idealisme tulus yang Andis sendiri ingin bisa mencerna dan menikmatinya.
“Persoalan korupsi harusnya diberantas sampai ke akar-akarnya. Dan gak tebang pilih. Dari level pegawai rendahan sampai mantan presiden,” sembur Seno dengan semangatnya, sambil menambahkan, “Aku gak habis pikir. Kok bisa-bisanya Presiden kita sekarang malah memberikan pengampunan untuk mantan presiden itu.”
“Yah, mungkin pertimbangannya kemanusiaan. Lagipula udah tua dan sakit-sakitan, gak ada gunanya menghukum dia,” Andis menanggapi santai sambil tetap tersenyum
“Ya, gak gitu lah, mestinya diadili dulu. Jalani proses hukum, baru beri pengampunan. Itu namanya baru menghormati hukum. Dan itu penting. “
Andis terdiam sambil mengeluarkan telefon selularnya, membaca pesan yang masuk lima detik yang lalu.
Andis melanjutkan ke bagian bawah pesan tersebut.
Andis masih tersenyum dengan santai, tapi pikiran dan perasaannya gontai. Ia belum bisa bercerita ke Seno tentang dirinya dan Eyang Besar-nya, karena ia belum bisa memilih dengan perih.
--------
Sebuah flash fiction (ada dalam buku "Kumpulan FF Blogfam:Flash!Flash!Flash!", Gradien Books), didedikasikan untuk H.M. Soeharto, yang sedang sakit. Semoga sembuh,sehingga bisa segera hadir di pengadilan kalau Jaksa Agung memanggil.