:::::: Ujung Jariku ::::::


HOME

UjungJariku

PROFIL PENGGORES

B. Dwiagus S.
Peziarah penasaran.
Pengembara di jalan kehidupan.
Plegmatis bermimpi jadi pemimpin.
Pragmatis pengejar solusi dingin.
Perenung aneh yang pendiam dan sederhana.
Pengumbar cinta untuk: Klaudia dan Lentera.

Mama Lentera Lentera

TEMA & TOPIK


TULISAN TERBARU

Tilik Tetangga



jejaring

KomunitasReferensi BloggerFamily
IKANED IAP
ASEAN Secretariat GTZ
MediaCare
Bike-to-Work Indo-MONEV

KOLOM KAMPANYE

Ultah-Bike-to-Work



FEED FOR FUN

UjungJariKu

↑ Grab this Headline Animator



TUMPANG TENAR

Profil Facebook de Benedictus Dwiagus Stepantoro



ATRIBUT APRESIASI

Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com

Blogger

Get Firefox!

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 2.5 License.
Desain dasar dari: Blogskins
Image: PGP!
Brushes: Rebel-heart
Designer: Ebullient*




b2w Perdana - "Bertempur" di Jakarta

Posted on Monday, August 11, 2008

Pengantar.
Setelah setahun si kuning, sepeda edisi b2w saya, dibeli tahun lalu, akhirnya dipergunakan juga sebagaimana mestinya, yaitu untuk bike to work, pada hari ini, Senin, 11 Agustus 2008. Dulu beli karena hanyut dalam semangat gegap gempita mendukung kampanye bersepeda bagi para pekerja, tapi karena satu dan lain hal (ini kosa kata klasik yang intinya cari alasan aja) baru dipake untuk b2w pada hari ini. Sebelumnya, si kuning ini hanya dipake untuk ke warung ayam goreng bintaro, ke tempat rapat RT/RW untuk ngatasi banjir, kunjungi pakdePoer di blok depan, dan puter-puter komplek.

Setelah diservis pada hari minggu sebelumnya, kemudian dilengkapi beberapa perlengkapan tempur seadanya, seperti lampu, standard, spakbor, helmet, kacamata (penahan debu), sarung tangan, botol minum dan masker, maka saya pun sudah bersiap untuk "bertempur" menembus ganasnya hutan belantara jalan raya Jakarta.

Kalau diperhatikan, lucu juga ya membandingkan para pesepeda pekerja di Jakarta ini dengan para pesepeda pekerja di luar negeri, misalnya di Belanda. Waktu saya di Rotterdam, ketika bersiap-siap bersepeda ke kampus, maka tinggal keluar saja, tenteng sepeda dan langsung genjot. Tak perlu pake helmet dulu, gak perlu pake kacamata penahan debu, dan gak perlu masker. Paling kalau winter, pake sarung tangan dan syal, biar gak beku gak kedinginan. Sepeda pun seadanya. Gak ada spakbor pun, libas saja. Sedangkan kalau di Jakarta ini, semuanya harus lengkap. Helmet adalah wajib. Masker disarankan dengan sangat, kalau perlu beli masker yang moncong babi. Kacamata penahan debu juga sebuah keharusan, kalau gak mau kelilipan debu atau mata memerah.

Jadi kalau secara penampilan, para pesepeda pekerja di Belanda sana, berpakaian dengan anggunnya layaknya orang seperti pergi ke tempat beraktivitas seprti biasa. Mereka gak perlu dipusingkan dengan 'peralatan tempur' bersepeda. Sedangkan kalau di Jakarta ini, mau gak mau harus berpenampilan seperti orang yang mau serius menantang bahaya olahraga bersepeda. Bagi para pesepeda pekerja, mungkin bisa dibilang, Jakarta itu seperti hutan perkebunan kelapa sawit yang dijadikan lintasan mobil rally, sedangkan saudara perempuannya (sister city-nya Jakarta), Rotterdam, jalanannya dengan jalur khusus sepeda adalah seperti panggung catwalk tempat orang berjalan dengan anggunnya. Atau saya terlalu hiperbola, ya?

Tapi itu bisa dilihat sebagai hal positif, artinya para pesepada pekerja di Jakarta adalah orang yang tangguh karena jelas yang dihadapi oleh pesepeda pekerja di Jakarta berbeda dengan para pesepeda pekerja di Rotterdam.

Seperti yang saya bilang sebelumnya, tak perduli siap atau tidaknya Jakarta jadi tempat yang bersahabat dengan pesepeda, maka saya sendiri lah yang harus mempersiapkan diri untuk menaklukkan Jakarta. Masak sih mau menunggu Bang Fauzi Bowo, alias Bang Foke, membangun jalur khusus sepeda setelah menerima data statistik jumlah pesepeda mencapai satu juta di ibukota ini. Mau menunggu sampai kapan? Sampai anak perempuan saya besar dan berjenggot? Aih. Mendingan saya menambahkan satu biji jumlah pesepeda pekerja ibukota, dengan memulai bersepeda ke tempat kerja.

Berangkat
Tadi pagi, sebenarnya istri agak gak rela juga melepas saya bersepeda. Masih ragu-ragu, mengingat resiko bahaya bersepeda. Tadinya malah istri menganjurkan sepeda dibawa pake mobil kekantor, terus nyepedanya pas pulang kantor aja. Tapi apa kata dunia????

Terus tiba-tiba, ketika bangun pagi, istri diserang sakit perut, jadi dia tidak bisa ke tempat kursus. Dan ia pun tidak bisa bilang tidak ketika saya dengan semangat menuntun sepeda ke luar rumah dan menyuruh istri istirahat saja di rumah.

Jalur yang diambil adalah sesuai saran salah satu Om di b2w yang satu komplek (Om Oni), yaitu keluar Puri Flamboyan Rempoa, ke Jalan Mawar trus ke H.Saikin, tembus ke Fedex, terus ke Metro Pondok Indah. Terus ke Radio dalam - lewat jl.Hidup Baru, Wijaya Center, Jl.Wijaya - Jl.Tenden - trus ke Kuningan deh.

Untuk perdana ini, saya sendirian saja 'bertempur', walaupun ada tawaran dari Om Ony dan Om Ozzy, dan pakde Poer. Tap lain kali yah Om, pakDe. Saya malah mikir terbalik, b2w perdana harus sendirian. Huehehehe. Nanti deh Om, kalau udah sering, boleh lah saya join bergerombol.

Berangkat dari rumah jam 7 kurang. Mungkin karena agak kesiangan, makanya tidak bertemu sesama pesepeda pekerja, terutama anggota Rombongan Selatan alias ROSELA. Dan resiko berangkat kesiangan dan lewat Pondok Indah adalah menghadapi kemacetan yang luar biasa. Sepeda motor saja tidak bisa selap selip. Apalagi saya, yang sebagai pemula, gak berani nyelap-nyelip. Dan resiko dalam kemacetan ini, adalah menerima semburan asap-asap dari knalpot. Apalagi kalau motor modifikasi yang knalpotnya itu mendongak ke atas. Alhasil, sembirannya terasa ke muka. Tadinya pengen pake masker, tapi malas kerasa sumpek. Mungkin lain kali harus dibiasakan pake masker ya.

Lewat bunderan PI, lebih santai. Terus lewat radio dalam, masuk Jl.Hidup Baru, nanjak dikit di deket SMA "Texas"46. Trus lanjut ke Jl.Wijaya. Sampai di perapatan Wijaya, deket Walikota Jaksel yang baru, sempet pas-pasan ama b2w-er, yang ramah melambai tangan ketika sama-sama berhenti pas lampu merah seberang menyeberang. Halo, Om.

Sampai ke Tendean tak masalah. Lantas masuk Kuningan, hatipun lega. Sampai kantor, disambut kolega. Ngos-ngosan, tapi senang dan bangga. Lalu mandi deh. Enaknya di kantor saya, ada kamar mandi yang dilengkapi shower dan air hangat. Terimakasih pada salah satu bos bule Jerman di kantor yang bersepeda juga dari kediamannya di Kemang, yang merombak kamar mandi jadi kamar mandi khusus buat dia mandi habis bersepeda. Dia bahkan beli lemari besar buat jadi locker di ruang kamar mandi. Mantap deh. Dan saya pun menikmati fasilitas ini. Huehehehe.

Ketika dia tahu saya b2w perdana, dia bilang ke orang: "I envy him, because he has the chance for an hour riding. I myself ride only for 20 minutes from Kemang." Lah, saya pikir, kenapa dia gak ambil jalur alternatif aja dari Kemang, muter-muter dulu ke arah senayan, slipi, petamburan, atau monas, baru ke kantor di Kuningan, nanti juga jadinya satu jam.

Jadi waktu tempuh saya ke kantor adalah sekitar satu jam lebih dikit.

Pulang
Jalur pulang kantor sedikit berbeda. Lewat jalan Denpasar di belakang kantor terus ke Balai Kartini, trus muter ke arah Jamsostek lantas meluncur di Gatot subroto, tapi kemudian belok kiri ke Tulodong yang sejuk. Tembusnya di deket Senopati, terus lanjut ke PU Patimura, Blok M, Panglima Polim, trus sebelum masuk Jl.Fatmawati belok kanan ke Jl. Hidup Baru, terus ke ujung Jl.Radio Dalam terus ke Pondok Indah terus ke Jl.Kartika Utama. Lalu berlanjut ke arah Komplek Deplu, mencoba test dengkul melalap 2 tanjakan di situ. Lewat situ, damai sudah. Susuri Jl.Veteran trus belok kanan di STT Inalta. Trus berkelok-kelok, sampai deh di rumah. Satu jam lebih dikit, waktu tempuh dari kantor ke rumah. Hampir sama dengan total waktu perjalanan kalau naik Kereta Sudirman Ekspress. Tapi lebih enjoyable. Dapat keringat sehat.

Sampei di rumah betapa leganya. Pantat dan selangkangan sudah minta diistirahatkan. Panas dan agak sakit. Rasa pegel gak terlalu kerasa, tapi lutut agak lemas. huehehehe. Tapi yang berat memang di pundak. Karena bawaan tas lumayan juga. Mungkin nanti juga terbiasa. Lagian emang udah lama banget gak pernah olahraga. Mungkin sakit dan pegelnya baru kerasa besok paginya.

Tapi yang semua itu tertutupi oleh rasa bangga lah ya. Bangga menaklukkan jalan raya jakarta, walaupun untuk satu hari saja. Walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan mereka yang sudah ekspert, mereka yang sudah sehari-harinya genjot sepeda.

Nanti ada hari-hari selanjutnya saya belajar lagi menaklukan jalan raya Jakarta. Membiasakan diri bersepeda biar rasa pegal pun hilang. Tapi kalau pantat sakit, mungkin mesti ganti sadel barangkali ya. Atau mesti liat-liat stelan setang dan tempat duduk dan posisi genjot? Terus juga mesti banyak belajar gonta ganti gigi nih kalau nyepeda. Masih kurang fasih. Malah tadi sempet copot rante di perapatan PI. Untung gak putus.

Yah, mudah-mudahan saya layak menambah jumlah pesepeda pekerja, menuju satu juta pesepeda. Mudah-mudahan ada staf pemda DKI yang mencatat saya di statistik. (Ada gak ya orang pemda yang mencatat pengguna sepeda di Ibukota. Mestinya ada nih, Bang Foke. Nanti kita register deh. Jangan cuman ngomong doang, mau nunggu jumlah pesepeda mencapai satu juta. Bah!!)

Walaupun sakit di pantat lumayan menyiksa malam ini, tapi mungkin dengan begitu semangat b2w jadi mudah meresap. Semangat untuk 'mulai dari diri sendiri, mulai dari jarak pendek, dan mulai dari sekarang.'

Keep biking toward 1 million bikers...... and I will come to you, Bang Foke, to collect your promise! Just wait and see,...
huehehehe.

Genjot, mang..........

Labels: , ,

===>>> Digores oleh: dwiAgus di UjungJariku | @ 11:00 PM | |

<<< === === >>>