Guru dan hardiknas
Posted on Tuesday, May 02, 2006
Tanggal 1 Mei kemaren, Republik BBM - Indosiar mengambil tema spesial, tentang Pendidikan Nasional, menyambut hardiknas yang jatuh pada hari ini.
Biasanya, setiap saya menonton Republik BBM, yang ada hanya senyum gelak dan diam menggelitik otak. Tapi kemarin serasa lengkap, ada senyum, ada gelak, ada diam, ada yang menggelitik otak, dan ada provokasi. Ada kegemasan, ada kemarahan, ada kesedihan, ada keharuan, ada semangat, ada kebanggaan, ada ketidak percayaan.
Serasa lengkap ketika canda dan tawa, guyonan dan kritikan, diselingi lagu Oemar Bakri dan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Tak hanya para mahasiswa-mahasiswi yang tersentuh ketika bernyanyi, bahkan seorang Taufik Savalas pun bernanyi dengan tatapan nyalang terharu, sepintas terlihat seperti ada basahan airmata di pipinya.
Banyak termasuk saya mengamini bahwa negara ini masih jauh perjalanan. Kalau di ASEAN ini, mungkin negara-negara ASEAN lainnya masih enteng berkata: "Ah, Indonesia masih jauh....(di belakang kita)". Kata seorang pengamat, kualitas pendidikan kita yang menyamai hanya Kamboja. Indonesia lebih sedikit dari kamboja, sedangkan negara-negara ASEAN lainnya masih diatas kita.
Saya jadi ingat beberapa waktu lalu, membaca sebuah buku terbitan Penerbit Kompas (yang judulnya kalau tak salah: "Guru dalam Tinta Emas"), sebuah kompilasi cerita-cerita beberapa pendidik yang istimewa,yang benar-benar menunjukkan totalitasnya dalam dunia pendidikan nasional. Membaca buku itu, seperti menemukan teh botol dingin di puncak merapi. Menyegarkan.
Tapi mungkin memang tak cukup hanya segelintir orang di buku itu saja yang berani dan bisa berbuat sesuatu. Harus lebih banyak lagi. Berlipat-lipat ganda, mestinya. Sebuah tantangan yang harus dijawab dengan cepat, kalau tak ingin negara kita mandek.
Sebuah tantangan dalam kondisi yang sulit. Kondisi sulit dimana, menurut Imam B.Prasodjo, di acara Republik BBM itu, masyarakat lebih menghargai kecantikan dan kesensualan,... kosmetik dan pinggul. Sedangkan sebuah nilai kecerdasan masih dinomorkan ke sekian. (Ke sekian itu, ke berapa?)
Dan pikiran saya melayang ketika smu, mengenang beberapa guruku yang layak dsebut guru yang menoreh tinta emas di hidup saya. Yang sayangnya, mereka sudah dipanggil olehNya. Ada beberapa hal yang saya ingat.
Pak Darno, guru biologiku yang bermental baja. Disaat murid2nya cuek2 ajah (smu saya, isinya cowok semua, -red.), bercanda, ada yang bermain jalangkung dengan jangka, ada yang bermain catur jawa, ada yang ngelawak, ada yang celoteh dan celutuk, bahkan ada yang tidur di lantai, dia tetap terus semangat mengajar. Tidak pernah marah. Sering jalan2 di sela2 meja sambil terus mengajar, berusaha berinteraksi, menjawab semua pertanyaan. Bahkan ketika menemukan saya sedang tidur di lantai beralaskan ubin dan tas sekolah, dia hanya menegur beberpa detik, lantas melanjutkan pengajarannya. Soal bakteri, kuman, anatomi binatang, sampai reproduksi, semuanya lengkap diajarkannya. Pak Darno membuat saya nyaman dengan ilmu dan sekitar saya. Beliau meninggal karena sakit keras beberapa tahun yang lalu, dengan kesederhanannya yang melimpah.
Pak Bobby,guru olahragaku yang keras berwibawa. Tak ada satupun dari kami yang tak segan kepadanya. Dan setiap jadwal olahraga di pagi hari, pasti dengan semangat aku sudah bersiap2 berganti pakaian olahraga dan selalu menikmati satu setengah jam berolah raga dengan dia. Lari keliling sekolah, roll di atas rumput dan diatas lapangan tanah, sit-up dan push-up, senam gymnastik di atas rumput. Kebanyakan olahraga kami itu seperti itu. Kalau permainan basket,volley ball, dan rugby, dia pasti hanya mengawasinya saja. Buat aku, dia lah yang membuat olah raga itu benar-benar harus dijadikan bagian dari gaya hidup kita. Bahkan ketika kelas tiga, walaupun sebenarnya dalam kurikulum nasional, tidak ada olahraga untuk kelas tiga, tapi di smu kami dinuat ada, dengan sks 0. Yang penting olahraganya. Ya, Pak Bobby ini yang membuat aku suka dengan olahraga apa saja. Beliau juga sudah meninggal beberapa tahun yang lalu karena sakit.
Bruder Honoratus, guru fisikaku. Guru fisika kami ada beberpa orang. Ada yang spesialis mekanika, ada yang spesialis fisika murni, ada fisika modern. Bruder ini mengajar fisika modern. Beliau ini lah yang benar-benar membuat fisika itu menyenangkan. Saya selalu terpaku ke wajahnya ketika dia menerangkan segala hal tentang fisik yang banyak bersentuhan dengan kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari spektrum warna, elektromagnetik, elektron, nuklir, laser, dll. Semuanya dijelaskan dengan sejelas-jelasnya dan fascinating dibuatnya. Beliau meninggal beberapa bulan yang lalu di kampung halamannya di Belanda sana, meninggalkan berjuta kenangan buat ribuan siswanya yang sudah diajarnya bertahun-tahun di smuku.
Seperti kata Prof. Yohannes Surya, kalau fisika, matematika dll itu bisa dirasa menyenangkan, cool, dan mudah, maka untuk belajar pun rasanya
exciting sekali.
Bersyukurlah aku karena punya beberapa guru yang sudah menorehkan tinta emas yang mengandung opium yang menyenangkan yan gmembuatku senang untuk menuntut ilmu terus.
selamat hari pendidikan nasional!!!
Labels: guru, kebangsaan, sekolah
===>>> Digores oleh: dwiAgus di | @ 1:55 PM
| |
<<< === === >>>