:::::: Ujung Jariku ::::::


HOME

UjungJariku

PROFIL PENGGORES

B. Dwiagus S.
Peziarah penasaran.
Pengembara di jalan kehidupan.
Plegmatis bermimpi jadi pemimpin.
Pragmatis pengejar solusi dingin.
Perenung aneh yang pendiam dan sederhana.
Pengumbar cinta untuk: Klaudia dan Lentera.

Mama Lentera Lentera

TEMA & TOPIK


TULISAN TERBARU

Tilik Tetangga



jejaring

KomunitasReferensi BloggerFamily
IKANED IAP
ASEAN Secretariat GTZ
MediaCare
Bike-to-Work Indo-MONEV

ARSIP AKBAR
KOLOM KAMPANYE

Ultah-Bike-to-Work



FEED FOR FUN

UjungJariKu

↑ Grab this Headline Animator



TUMPANG TENAR

Profil Facebook de Benedictus Dwiagus Stepantoro



ATRIBUT APRESIASI

Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com

Blogger

Get Firefox!

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 2.5 License.
Desain dasar dari: Blogskins
Image: PGP!
Brushes: Rebel-heart
Designer: Ebullient*




sandungan playboy

Posted on Tuesday, February 14, 2006

Di sebuah minggu sore, sekitar dua minggu lalu, sebuah kebaktian malam di sebuah gereja sepi dihadiri beberapa pemuda dan segelintir pasangan dewasa, termasuk kami. Gak ada yang istimewa. Kecuali apa yang disampaikan si pendetanya sedikit menggelitik. Sebuah tema lawas tentang pengetahuan dan hikmat untuk tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain. Diambil dari I Korintus 8.

Kadang buat kita, sungguh enak mempunyai sebuah kebebasan. Kebebasan berpakaian, kebebasan menikmati segala makanan, kebebasan berekspresi, kebebasan apa saja.

Saya sendiri sering kok berpikir begitu. Ketika kita berpakaian seadanya ke gereja, gita gak peduli, dengan argumen di kepala kita: "yang pentingkan Tuhan melihat hati,...", atau "urusan gua beribadah khan urusan gua dengan DIA dan gak ada kaitannya dengan cara gua berpakaian..."
Memang sih benar juga argumen itu. Tapi itu argumen yang berpusat pada diri sendiri. Kadang kita gak berpikir satu langkah lagi. Kadang kita gak melihat kemungkinan kalau dengan pakaian kita yang "seadanya" itu bisa mengganggu kenyamanan bahkan keimanan orang lain.
Sama seperti ketika kita merasa paling tahu mana yang benar, mana yang salah, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Contoh sederhananya yah aku ini, yang kadang gak peduli ketika makan sesuatu yang menurutku sah-sah aja kunikmati, padahal menurut orang lain itu haram. Jadi inget ketika kuliah waktu itu satu flat unit dengan beberapa orang teman muslimku. Dan pada suatu hari aku kedapatan kiriman makanan dari teman, masakan saksang, yang tentunya kelian tau apa itu. Dand engan kurang ajarnya aku memanaskannya dengan panci dan mengambil sebagian dan membiarkan sisanya di nampan, dan asik memakannya di depan teman-teman ku yang muslim. Kurang ajar gak sih aku ini. Sebuah contoh yang buruk di mana kadang aku berpikir: "buat aku gak haram kok..." tapi gak peduli kalau aku sudah menjadi batu sandungan buat teman-temanku,.... gak peduli. Menyedihkan ya aku ini.

Sama seperti ketika menanggapi berita akan diluncurkannya majalah Playboy versi Indonesia di awal maret ini. Dengan soknya aku pun merapat ke barisan yang mendukung kebebasan untuk penerbitan majalah Playboy ini. Iya lah, pada awalnya aku berpikir, apa hubungannya playboy ini dengan moral bangsa ini. Gak ada hubungannya lah. yan gpenting kan pendidikan dan edukasi yang baik secara formal di sekolah maupun informal di keluarga, di gereja dan di mesjid. Mau ada playboy, hustler atau vcd/dvd porno bebas bereda pun, kalau kitanya bisa mengendalikan diri, yah, gak akan berpengaruh lah kepada moral bangsa ini. Kalau ada sebagian orang yang mau menikmati, yah silahkan. Kalau ada sebagian orang yang merasa keganggu, yah gak usah beli lah. Dan kadang aku mberpikir pula mungkin justru dengan playboy ini masyarakat kita menjadi lebihd ewasa, tahu mana yang baik dan mana yang buruk, yang penting sistem hukum publiknya saja yang dikuatkan. Gak usah ngurusin wilayah privat.

Jadi ingat yang ditulis Paulo Coelho di bukunya "the Devil and Miss Prym", mengutip cerita kuno, dimana sebuah percakapan antara seorang uskup dan penguasa kota terjadi. Si uskup ditanya oleh sang penguasa kota, "Apabila didepanmu ditaruh koin2 emas yang bukan milikmu, apakah kamu akan melihatnya sebagai seonggokan puing2 tak berharga?". Jawab uskup itu:"Tidak lah. Tapi aku mampu mengendalikan diri." Kemudian sang Uskup ditanya lagi: "Bila di depanmu seorang pelacur kelas tingggi yang cantik rupawan berbaring tanpa busana, apakah kamu akan melihatnya tanpa sebuah keinginan atau nafsu tertentu?" Sang Uskup menjawab: "Tentu tidak lah. Tapi aku mampu mengendalikan diri." So, it's about self control. Kalaow kalimat klisenya: "Semua khan kembali ke diri masing-masing."

Begitu lah yang ada di kepalaku. Yang penting kan pengendalian diri.
Jelas, asumsi saya sangat berbeda dengan mereka yang anti playboy. Kalau aku berasumsi, sebagian masyarakat ini harus dewasa, dan kuat imannya dan sudah seharusnya kuat pengendalian dirinya. Tapi banyak juga yang berpikir berlawanan
bahwa masyarakat itu belum dewasa, belum siap, dan pemerintah juga belum siap.

Mungkin argumen dan asumsi di kepalaku benar tapi mungkin juga salah berat. Tapi bukan masalah itu yang perlu dicermati di sini. Yang terutama ya itu tadi, point di paragraf-paragraf awal di atas, tentang bagaimana kita tidak hanya berfokus pada diri sendiri, tapi juga melihat orang lain. Kenyataannya dengan mendukung playboy, sepertinya aku telah menjadi batu sandungan buat banyak orang. Gak peduli, bahwa secara tidak langsung membiarkan orang jatuh kesandung. Gak peduli kalau ada sebagaian orang yang bisa terkena imbasnya, terutama mereka yang tereksploitasi oleh pornografi, mereka yang kurang edukasi dan pengertian akan seks yang bertanggung jawab, mereka yang kurang akses ke hiburan yang sehat sehingga taunya cuman hiburan dalam sebuah majalah. Toh pada akhirnya aku harus sadar, tanpa ada playboy orang-orang gak akan mati "kehausan" akan hiburan, bukan. Tanpa playboy, mungkin beberapa orang lebih menikmati dan menjalani hidupnya dengan nyaman dan dami sejahtera.
Jadi, nanti lah yah playboy itu. nanti ajah lah. 85 tahun lagi lah baru di Indonesia. Sementara mendingan konsentrasi pada massive education ke masyarakat tentang bagaimana berperilaku seksual yang bertanggung jawab.
huehehehhee.

Labels: ,

===>>> Digores oleh: dwiAgus di UjungJariku | @ 2:57 PM | |

<<< === === >>>