Posted on Friday, April 25, 2008
Labels: china, kota, land development
===>>> Digores oleh: dwiAgus di | @ 10:42 AM | |
Posted on Wednesday, April 23, 2008
Koran Tempo, Selasa, 22 April 2008
Mohon Maaf, Ahmadiyah
Masykurudin Hafidz, Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta
Mohon maaf, Ahmadiyah. Kami memasukkan keyakinan dan keberadaan Anda sebagai persoalan besar yang mengancam negeri ini. Daripada kemiskinan, kelaparan, kenaikan harga bahan pokok, serta biaya pendidikan yang makin mahal, kami lebih suka memilih Anda sebagai sasaran pekerjaan. Keseriusan kami semata-mata karena ini menyangkut keyakinan; sesuatu yang sangat prinsipil bagi setiap umat manusia.
Bertahun-tahun kami dikondisikan untuk selalu curiga terhadap lain keyakinan. Ibarat musuh dalam selimut, ia lebih berbahaya karena bisa menyerang siapa saja dan kapan saja. Kami tidak terbiasa untuk terbuka dan mempelajari dengan serius sistem keyakinan lain tanpa harus takut terpengaruh karenanya. Sebagai mayoritas, justru yang kami lakukan adalah membuat Anda merasa tidak aman, tidak nyaman dan tidak bebas menjalankan ibadah serta kegiatan
sehari-hari.
Memangnya kenapa kalau kebebasan Anda untuk beribadah kami ambil alih? Kamiini sangat sensitif terhadap agama di luar agama resmi sehingga selalu berusaha untuk melarang dan menutup tempat ibadah Anda. Kami merasa berhak untuk menentukan status keyakinan Anda. Apa yang kami hakimi sebagai sesat, itu berarti kami boleh menghilangkan hak sebagai warga dalam mendapatkan perlindungan di negeri ini.Kami menutup mata terhadap sumbangan Anda kepada kemanusiaan (humanity first). Jaringan yang sangat luas tersebar di belahan bumi membuat Anda mampu menyalurkan bantuan terhadap kemiskinan, pendidikan, dan korbanbencana.
Di Indonesia, jumlah anggota organisasi Anda yang hanya lima ratus ribu sanggup mengumpulkan puluhan miliar setiap tahun. Anda juga punya televisi yang berpusat di Inggris sehingga dunia dapat melihat bahwa Indonesia adalah negeri yang damai, terbuka dan kondusif untuk investasi. Tetapi inilah kami. Kesepakatan kita bahwa di negara ini tidak ada yang boleh didiskriminasi tiba-tiba kami ingkari. Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan tidak lagi kami jadikan sabuk pengaman bagi integrasi bangsa. Negara sebagai penjamin atas hak-hak bagi setiap warga, termasuk Anda, lalai dan sengaja membiarkan saatAnda menjadi sasaran kesewenang-wenangan .
Mohon maaf, Ahmadiyah. Kami tidak bisa menerima perbedaan. Kami tidak menganut pluralisme karena paham itu datang dari luar. Kami punya keyakinan sendiri yang sesuai dengan ajaran kami. Kami bisa melakukan larangan dan melakukan tindakan kekerasan jika tidak sesuai dengan keyakinan kami. Tuhan pasti berada di pihak kami karena kami yang paling benar. Kami adalah khalifah Tuhan yang diperintah untuk meluruskan keyakinan Anda. Tidak bisa kami menghentikan perhatian terhadap masalah perbedaan keyakinankarena hal itu menjadi faktor yang membuat bangsa ini dalam bahaya. Kami lupa bahwa negeri ini adalah salah satu negeri paling plural di dunia sehingga kesatuan akan tumbuh jika masing-masing keyakinan dihormati.
Persatuan Indonesia yang menuntut bahwa setiap orang berhak beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya, entah itu sesuai atau tidak dengan keyakinan yang lain, tiba-tiba kami singkirkan.Itulah kenapa kami menyerang masjid-masjid tempat Anda beribadah. Padahal ajaran kami mengatakan, kami tidak boleh menyakiti orang lain tanpa alasan apa pun. Tidak boleh menyerang orang lain kecuali sekadar mempertahankan diri. Bahkan ketika orang lain menyerang kami tiba-tiba meminta perlindungan, wajib hukumnya bagi kami untuk melindunginya. Perlindungan terhadap orang lain tanpa memandang keyakinan sering kali kami temui dalam ajaran kami.
Kami masih ingat saat Rasulullah Muhammad menerima para tamu yang datang dari kelompok yang berkeyakinan lain di masjid Madinah. Saat rombongan tersebut meminta izin keluar untuk melakukan kebaktian justru Rasulullah mempersilakan untuk beribadah di Masjid Nabawi. Masjid justru digunakan untuk menerima dan membangun toleransi antar agama. Bahkan dengan sangat tegas Rasulullah menjamin jiwa, harta, dan agama para penganut keyakinan di luar keyakinannya. Ia mendeklarasikan Piagam Madinah sebagai undang-undang bersama untuk hidup berdampingan secara damai dan toleran. Kami tahu, di dalam piagam tersebut dijelaskan bahwa masyarakat yang hidup di Madinah saat itu, yaitu Islam, Yahudi, dan Kristen, disebut sebagai satu umat (ummatan wahidah). Isi piagam tersebut juga memuat untuk mengemban tanggung jawab yang sama dalam menghadapi tantangan dari luar. Tidak boleh ada diskriminasi, siapa pun yang berada di Madinah harus dilindungi serta tidak boleh ada yang terluka, apa pun keyakinannya, bagaimanapun latar belakangnya.
Di negeri tercinta ini, kami juga mengerti bahwa Undang-Undang Dasar 1945 kita menegaskan bahwa jaminan konstitusional tentang hak untuk hidup, untuk tidak disiksa, untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, untuk beragama,untuk tidak diperbudak, dan untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Demikian pula, kami tahu bahwa bangsa ini telah menjadi bagian dari masyarakat internasional yang meratifikasi Deklarasi Universal Hak AsasiManusia lewat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Bahkan bangsa ini juga sudah mengesahkan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik melalui UU Nomor 12 Tahun 2005. Kedua ketentuan tersebut menegaskan jaminan negara atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Namun, ajaran dan teladan Rasulullah begitu jauh dari kami. Tidak perlu ada kesesuaian ajaran dan undang-undang dengan tindakan sehari-hari. Juga kesepakatan kita dalam menjalankan roda kehidupan bangsa ini tiba-tiba seperti angin lalu. Tugas kami sebagai pengayom seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi kami abaikan. Kami diam saja, bahkan ikut menyuburkan praktek diskriminasi dan penafian atas hak-hak kebebasan berkeyakinan. Padahal, itu hak paling asasi yang dianugerahkan Tuhan. Semangat kebangsaan kami memang sedang defisit. Kami gampang terpengaruh oleh isu-isu murahan dan sentimental.Mohon maaf, Ahmadiyah. Kami tidak mampu melindungi Anda. Kami tidak bisa menjamin jika suatu saat rumah atau masjid Anda akan diserang.
Sekali lagi,mohon maaf.
***
Labels: isme
===>>> Digores oleh: dwiAgus di | @ 8:22 AM | |
Posted on Friday, April 18, 2008
Kiranya tidak hanya Seminari Mertoyudan, tetapi juga seluruh ordo dan kongregasi suster/bruder mengalami krisis panggilan. Maka sekarang ini memang sedang digalakkan promosi panggilan di mana-mana, termasuk Seminari Mertoyudan.
Perlu kami informasikan, Seminari akan tetap sebagai pendidikan bagi calon-calon imam. Memang pernah ada wacana Seminari dibuka juga untuk mereka yang tidak ingin menjadi imam, tapi punya potensi untuk menjadi rasul awam yang tangguh. Tapi basisnya, Seminari tetap menjadi tempat pendidikan bagi calon-calon imam. Idenya, Seminari menjadi tempat pendidikan bagi calon imam dan calon awam. Hanya ide ini belum berkembang. Karena sekarang Seminari masih tetap seperti dulu.
Pendaftar masuk Seminari tahun ini, tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun lalu. Yang mendaftar dari SMP ada 134, ikut tes 124, lolos tes akademik dan wawancara 72 calon; dari SMA/SMK, pendaftar ada 23, ikut tes 2o, lolos tes akademiki dan wawancara 5 calon. Demikian sedikit info yang dapat saya sampaikan !
Saya kemudian jadi teringat gambar di bawah ini, yang judulnya "The Descent of the Modernists", by E. J. Pace, pertama kali muncul dalam bukunya, Christian Cartoons, diterbitkan tahun 1922. Gambar kartun ini saya temukan dalam buku "The Day the Universe Change" karya James Burke, dan saya scan deh (Kebetulan copyright gambar ini public domain, liat ajah di sini). Kalau kata si James Burke ini, kartun ini sebagai gambaran perubahan dunia (khususnya dunia kekristenan) ketika muncul teori Dawin (sebagai lambang modernitas saat itu) yang begitu cepat merebak dan mengguncang dunia, saat itu. Liat gambar 3 figur yang menuruni tangga itu: seorang pelajar muda, seorang pengkotbah, dan seorang professor/scientist, yang mungkin menggambarkan kemungkinan resiko kelompok tersebut menuruni tangga menuju atheism.
Tapi kalau boleh saya tanya, kamu ada di tangga yang mana dalam gambar itu? Jawabannya, boleh dibagikan di sini atau disimpan dalam hati juga gak papa, karena sekarang ada Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) yang ternyata berkewenangan bisa melabeli kamu sesat, yang barusan saja kemarin menyatakan bahwa aliran Ahmadiyah itu sesat sesesat-sesatnya, dan harus bubar. Kasihan ya, para jemaat Ahmadiyah. Karena bisa saja keputusan seperti ini nanti disalahgunakan mereka yang radikal untuk mempersekusi mereka, memburu mereka, menghancukan tempat ibadah dan tempat tinggal mereka. Mungkin Ahmadiyah itu dikhawatirkan sebagian orang akan merusak nama Islam, ya. Namun, bukankah Islam terlalu besar dan agung untuk dirusak oleh apapun juga di dunia ini?
Mudah-mudahan Bakorpakem (nama badan yang lucu ya, tapi pas) tidak melakukan hal yang sama kepada Saksi Yehova, atau aliran-aliran laindalam Kristen yang sering orang kristen cap sebagai yang sesat. Mudah-mudahan KWI dan PGI tidak ikut-ikutan , dan tidak merekomendasikan hal yang sama terhadap alian-aliran lain dalam kristen. Kalau kita percaya dengan kekristenan kita, kenapa pula kita khawatir Saksi Yehova akan merusak dan menguncang kekristenan kita? Kebetulan (Alm.) Pakde Narto adalah anggota Jemaat Saksi Yehova, dan saya merasa, seru juga punya saudara yang jadi anggota Saksi Yehova yang dihormati saudara-saudara seiman mereka. Merasa seru karena indah punya keragaman iman dalam sebuah keluarga besar.
Kemudian, apa tidak ada hak asasi untuk sesat ataupun untuk tidak sesat, ya? Bukankah menjawab panggilan untuk sesat dan tidak sesat, adalah hak dan pilihan hidup. Menurut saya sih, biarlah kita menanggapi panggilan kita masing-masing dengan percaya bahwa Dia yang mengaturnya dengan baik, dalam skenario dia yang baik adanya pula. Lalu kenapa kita harus resah dengan panggilan kita dan panggilan orang lain untuk berada di jalanNya ataupun di luar jalanNya, berdasarkan masing-masing perspektif dan sumsi yang beragam terhadap "jalanNya" tersebut.
Labels: isme
===>>> Digores oleh: dwiAgus di | @ 3:47 PM | |